Baca Kabar Berita

PENGENAAN SANKSI PIDANA PADA PERATURAN DAERAH PROVINSI, KABUPATEN/KOTA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Oleh JOVI INDO BARUS, S.H., M.H. | 15-08-2025

Dalam sistem hukum Indonesia, sanksi pidana hanya boleh diatur dalam UndangUndang (UU) dan Peraturan Daerah (Perda). Ini sesuai dengan prinsip hierarki peraturan perundang-undangan, di mana UU dan Perda memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan jenis peraturan lainnya. Ada sebuah asas hukum yang berbunyi “No punist without representative” artinya pencantuman norma sanksi pidana hanya diperbolehkan dengan persetujuan rakyat melalui perwakilannya di parlemen, dalam hal ini persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk Undang-Undang dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk Peraturan Daerah Provisi, Kabupaten/Kota.

Hal tersebut senada dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang berbunyi : ”materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam :
a. Undang-undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dan Presiden. UU memiliki kedudukan tertinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan, sehingga hanya UU yang dapat mengatur sanksi pidana. Sedangkan Perda adalah peraturan yang dibuat oleh DPRD dan kepala daerah. Perda dapat mengatur sanksi pidana, namun hanya terbatas pada hal-hal yang diatur dalam UU yang menjadi dasar pembentukan Perda tersebut.

Dalam sistem hukum Indonesia, terdapat hierarki peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD 1945, UU, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Perda, hingga peraturan di tingkat yang lebih rendah. Sanksi pidana hanya dapat diatur pada tingkatan UU dan Perda. Peraturan di bawah Perda, seperti Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Daerah, tidak boleh mengatur sanksi pidana, karena hal tersebut melanggar prinsip hierarki peraturan perundang-undangan.

Sanksi pidana bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana dan melindungi masyarakat dari perbuatan yang melanggar hukum. Dengan demikian, pengaturan sanksi pidana haruslah dilakukan secara cermat dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, serta hanya dapat diatur dalam UU dan Perda. Berdasarkan ketentuan Pasal 238 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah “Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”.

Penerapan sanksi pidana tindak pidana dalam Peraturan Daerah (Perda) setelah berlakunya KUHP baru menimbulkan beberapa permasalahan. Perubahan dalam KUHP baru, khususnya mengenai tindak pidana ringan dan kategorisasi denda, berpotensi menimbulkan ketidakserasian dengan Perda yang sudah ada, serta berpotensi memperberat sanksi yang diterapkan. Perubahan tersebut akan membatasi ancaman pidana denda dalam perda paling banyak kategori III serta menekankan penghapusan pidana kurungan yang akan diganti dengan pidana denda sesuai kategori.

Untuk Artikel lebih lengkap dapat diunduh pada tautan di bawah:

Artikel Hukum Pengenaan Sanksi Pidana Pada Perda Pascca Lahirnya KUHP Baru .pdf


Di tulis di Info Terkini terupdate pada 15-08-2025

Mencari Produk Hukum Provinsi Kalteng?